Rabu, 29 September 2010

Pendidikan Indonesia tak Mendorong Siswa Sesuai Potensi

Pendidikan di Indonesia belum memperhatikan perbedaan potensi individual yang dimiliki siswa. Padahal, seharusnya setiap siswa perlu penanganan pendidikan yang berbeda agar mencapai keberhasilan.

Demikian yang diucapkan Psikolog Universitas Indonesia (UI), Reni Akbar Hawadi. Menurut dia, seorang anak ada yang cepat menerima pelajaran sekolah dan ada yang lamban. Jika kedua anak seperti itu disatukan, maka akan menimbulkan stres.

Pakar keberbakatan itu melihat anak dengan kategori cerdas akan tidak sabar melihat temannya yang lamban. Sementara anak yang lamban mengikuti pelajaran akan stres melihat kecepatan temannya.

''Seharusnya sejak awal bakat akademik siswa harus dipantau agar potensi tersalurkan dengan baik,'' ujar Reni pada acara seminar Prospek Pendidikan di Indonesia di Kampus Paramadina, Rabu (29/9).

Reni menilai, jika guru atau orangtua sudah memahami bakat siswa, maka dengan mudah mereka bisa mengarahkan siswa untuk menentukan pilihan jalur akademik. Apakah seorang anak cocok di SMA atau SMK dan universitas atau diploma.

''Dengan mengarahkan pendidikan yang sesuai kapasitas intelektual anak, maka anak akan bekerja dengan maksimal,'' jelas Reni.

Namun, sambung Reni, fakta di lapangan mengatakan, siswa SMA kebanyakan masih tidak tahu akan melanjutkan ke pendidikan tinggi atau jurusan apa selepas SMA. Hal itu berbeda dengan siswa di negara lain, seperti di Amerika Serikat (AS)

Di AS, kata Reni, tersedia materi bacaan tentang berbagai bidang pekerjaan. Dengan demikian, siswa SMA dapat memiliki gambaran ruang lingkup bidang kerja profesi yang akan digeluti, kompetensi apa saja yang dibutuhkan, dan berapa gaji yang akan didapat.

''Pemerintah perlu mengambil langkah inovatif dan berani,'' tegas Reni. ''Pemerintah perlu memprioritaskan pendidikan lebih serius''.

by:REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA